Selasa, 11 Oktober 2016

Kegemaran

     Nama saya Andriani Iswara, saat saya meulis ini saya berada di tingkat 4 semester 7 jurusan akuntansi di salah satu universitas swasta di daerah Bekasi. Awalnya saya tidak percaya kalau saya harus mengerjakan tugas tentang hobi saya, tapi ya mau diapakan lagi memang kenyataannya tugas saya seperti ini. 
      Langsung saja saya bercerita tentang hobi saya, huft... saya sendiri juga bingung kalau ditanya apa hobi atau kegemaran saya, saya bingung harus menjawab apa. karna banyak sekali yang saya suka melakukan hal itu. Hal yang paling saya suka ketika dirumah ya hanya makan, menonton televisi, santai-santai sambil bermain handphone ketika sudah bosan dengan kegiatan itu saya suka keluar rumah untuk mencari film-film bagus yang saya suka dibioskop kalu tidak ada film yang saya suka ya saya hanya jalan-jalan mengelilingi mall tersebut. saya tidak gemar membaca buku cerita atau novel seperti wanita-wanita kebanyakan diluar sana, karna saya tipe orang yang sangat mudah bosan dan jenuh. saya lebih suka bila diceritakan daripada harus membaca sendiri isi novel atau cerita tersebut. jadi, intinya hobi saya apa juga saya belum tahu sampai sekarang. mungkin yang terlintas di pikiran saya jika diminta untuk menjawab apa hobi saya, saya hanya menjawab hobi saya jalan-jalan kemanapun itu tapi masih dalam kewajaran.
      Kalau masalah masa depan atau untuk kedepan saya mau apa? jawaban dan keinginan saya simpel, saya ingin lulus dari universitas ini dengan nilai yang baik ---) bekerja disebuah perusahaan besar ---) membuat kedua orang tua dan adik-adik saya bahagia dan bangga memiliki anak dan kakak seperti saya ---) menemukan laki-laki yang bisa mencintai saya dengan segala kekurangan saya ---) menikah dengan lelaki tersebut ---) dan bahagia. Hanya itu impian saya untuk masa depan saya. namun sesuatu itu tidak bisa saya dapatkan dengan mudah dan tanpa usaha setra kerja keras.

kasus pelanggaran etika profesi akuntansi

Kasus Transaksi Derivatif PT. Indosat Tbk.
Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya kerugian sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of Derivatifes-Net). Pengakuan atas kerugian ini muncul karena perusahaan tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya.
Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi derivatif ini. Selain itu suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan.
Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter) pada tahun 2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak manajemen Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang berkaitan dengan transaksi derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif ini meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.
Kasus ini memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai terhadap transaksi derivatif yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba bersih perusahaan maupun atas deviden yang dibagikan.

Pembahasan
Pada kasus pelanggaran prosedur oleh KAP, menunjukkan bahwa akuntan publik masih rentan terhadap isu profesionalitas dalam pekerjaannya. Dilema yang dihadapi akuntan publik terjadi ketika ada benturan antara kepentingan klien dengan independensi auditor itu sendiri. Salah satu yang menjadi penyebab adalah fee audit yang dibayarkan oleh klien. Di satu sisi auditor ingin agar audit yang dilakukannya sesuai dengan prosedur dan standar yang ditetapkan serta tidak melanggr kode etik profesi, namun di sisi lain auditor juga dituntut nleh klien yang membayarnya agar diberikan kemudahan dan hasil yang sesuai dengan keinginan klien. Dilema ini bisa terjadi pada semua KAP. Sebagaimana diketahui, laporan auditor independen saat ini dijadikan sebagai syarat dalam berbagai kondisi seperti dalam hal pengajuan kredit/pembiayaan dari bank, syarat dalam mendaftar menjadi perusahaan terbuka (go public), dan lain-lain.

Kesimpulan
Pentingnya pendidikan etika profesi bagi para akuntan sebagai bekal dalam menghadapi potensi kecurangan pelanggaran etika akan terus terjadi jika tidak ada pemahaman yang mendalam dari akuntan terhadap pentingnya untuk memegang teguh etika profesi. Bisa jadi mereka tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kecurangan yang mereka lakukan. Salah satu cara untuk menekan jumlah akuntan yang menyimpang serta menanamkan kesadaran akan pentingnya menerapkan kode etik profesi adalah dengan melakukan sosialisasi intensif tentang profesionalitas dan kode etik akuntan dalam lingkungan kerja. Misalnya, secara rutin IAI sebagai lembaga akuntan terbesar di Indonesia menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan kompetensi dan kesadaran terhadap kode etik profesi kepada anggotanya. Agar lebih efektif, kegiatan semacam ini juga dapat dilakukan di tingkat pendidikan baik dari tingkat SMP, SMA hingga ke tingkat Perguruan Tinggi. Caranya adalah dengan memberikan mata ajaran atau mata kuliah tentang etika bisnis dan profesi, akuntansi forensik dan deteksi kecurangan, seperti yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Sebagaimana diketahui, para calon akuntan juga merupakan anggota luar biasa dari IAI. Dengan adanya pendidikan yang intensif kepada calon akuntan ini, maka diharapkan tindakan kecurangan dan penyimpangan dalam etika profesi dan bisnis di masa mendatang dapat berkurang dan citra profesi akuntan akan menjadi lebih baik lagi.
Kompetensi dalam profesi akuntan memang sangat penting namun etika profesi juga tidak kalah pentingnya. Tidak heran jika lembaga IAI, IAPI, maupun IAMI memiliki kode etik dan sertifikasi untuk menjaga citra anggotanya. Pendidikan serta sosialisasi intensif untuk menumbuhkan kesadaran akan kode etik profesi perlu dilakukan karena potensi kecurangan dalam lingkungan kerja akan selalu ada. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran etika maupun kecurangan oleh akuntan. Dengan akuntan yang berkompeten dan juga beretika, maka profesi akuntan yang lebih baik dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) di Indonesia dapat segera terwujud. Kita tidak boleh lupa bahwa profesi akuntan ini dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas, dan tidak hanya internal perusahaan saja.