Ethical Governance atau etika pemerintahan,
mengacu pada kode etik profesi tertentu. Etika bagi mereka yang bekerja di
dalam suatu instansi pemerintahan. Etika pemerintahan mengatur tentang perilaku
sekelompok orang yang bekerja di suatu pemerintahan. Menurut Bank Dunia (World Bank), Ethical
Governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi, agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara
efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi
para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Ethical
Governance mencakup 5 (lima) hal, yaitu sebagai berikut :
1. Governance
System
Sistem
pemerintahan (Governance System) berasal dari kata sistem dan pemerintahan.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, sistem adalah
sekelompok bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu tujuan.
Secara umum, sistem dapat diartikan sebagai hubungan fungsional antarbagian
dalam keseluruhan. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain dan tidak
dapat dipisahkan. Hubungan itu demikian erat sehingga menimbulkan
ketergantungan satu sama lain.
Sementara
arti pemerintahan adalah segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan,
bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan dasar Negara, mengenai rakyat dan
wilayah Negara itu demi tercapainya tujuan negara. Sistem pemerintahan
adalah sistem hubungan fungsional antarlembaga negara dalam menjalankan
kekuasaannya didalam suatu negara untuk mencapai tujuan.
Sedangkan
dalam hal lain Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang
terdapat di dalam suatu perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur, yaitu :
a. Commitment
on Governance
Commitment
on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan, dalam hal ini
adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku.
b. Governance
Structure
Governance
Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada
di perusahaan, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan
yang berlaku.
c. Governance
Mechanism
Governance
Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab
unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
d. Governance
Outcomes
Governance
Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan Good Corporate
Governance (GCG) baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktik-praktik
yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
2. Budaya
Etika
Menurut Chursway
dan Ledge, budaya merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dengan para pegawai berperilaku. Sedangkan Etika mempunyai
arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk
serta tentang hal dan kewajiban moral.
Budaya
organisasi (Organizational Culture) dianggap sebagaivariable
independent yang mempengaruhi perilaku anggota di dalam organisasi. Budaya
Organisasi dapat diartikan sebagai suatu persepsi umum yang diterima oleh
seluruh karyawan dalam memandang sesuatu.Organisasi dapat dipandang
sebagai karakteristik yang memberikan nilai pada organisasi.
Terdapat
tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap
perilaku, yaitu:
e. Keyakinan
dan nilai-nilai bersama.
f. Dimiliki
bersama secara luas.
g. Dapat
diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
3. Mengembangkan
struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit,
komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang
tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya
kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat
secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi
untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara
itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk
menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal
perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak
terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target
yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit
and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan
suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk
membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate
Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
4. Kode
Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Untuk
mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu
dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman
perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ
perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan
nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari
budaya perusahaan.
Kode
perilaku korporasi (corporate code of conduct) merupakan pedoman yang dimiliki
setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya
untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut. Kode perilaku korporasi
yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap
perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan
usahanya. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
“Setiap
perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values)
yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan
usahanya”.
5. Evaluasi
terhadap Kode Perilaku Korporasi
Setiap
individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas
yang jelas dari pelapor.
Evaluasi
terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi
tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Evaluasi
sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam
pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Dewan
kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan
melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Contoh
Kasus – Ethical Governance
Maraknya
kasus pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia memang sudah menjadi hal yang
biasa seperti kasus korupsi yang tidak habisnya melanda Indonesia. Salah satu
contohnya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh PNS di Jember mereka
diberhentikan karena terlibat kasus korupsi.
Pelanggaran
hukum yang terjadi di lingkungan pemerintah bisa jadi dimulai dari lemahnya
etika para petinggi negara yang kurang mengintegrasikan nilai-nilai agama.
Contoh etika yang masih kurang dalam pemerintahan adalah tidak datang saat
rapat atau datang terlambat saat kerja. Contoh lainnya adalah korupsi waktu
yang dilakukan PNS yaitu tidak hadir saat jam kerja melainkan menggunakan
waktunya untukshopping. Walaupun ini tidak dilakukan oleh semua PNS namun hal
ini juga dapat mencoreng nama PNS itu sendiri.
Disini
diperlukan adanya pengawasan dari masyarakat untuk dapat mengawasi kinerja
pemerintah. Untuk mewujudkan Indonesia agar bersih dari KKN. Seperti yang
tercantum dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden No.5/2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, serta Peraturan Pemerintah No.8/2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar